Debat Burka
Debat Burka
Pekan kemudian Presiden Prancis Nicolas Sarkozy menyerukan debat parlemen untuk menyimpulkan apakah akan menciptakan undang-undang larangan niqab Islam, wajah yang menutupi jilbab yang diduga dikenakan oleh tidak cukup dari 2.000 anggota komunitas Islam Prancis. Dia menyinggung pakaian tersebut "tanda sikap tunduk, tanda kehinaan" dan menuliskan dia percaya bahwa tersebut mengancam martabat wanita. Jika undang-undang seperti tersebut diberlakukan, wanita yang ditetapkan bersalah sebab menentang pelarangan tersebut dapat dikenakan denda sampai 750 Euro.
Apakah mengkriminalisasi jilbab ingin membantu mempromosikan hak asasi wanita di komunitas Islam? Di negara-negara yang beberapa besar penduduknya Muslim, undang-undang yang sehubungan dengan masalah ini berbeda-beda, di Arab Saudi dan Iran perempuan secara hukum diwajibkan mengenakan burka dan menghadapi hukuman berat dari polisi agama andai mereka tidak mematuhi, di negara-negara Muslim yang lebih sekuler laksana Turki dan Tunisia. jilbab dilarang oleh hukum di gedung-gedung pemerintah, sekolah dan universitas. Di negara-negara yang lebih progresif laksana Indonesia, adalahkeputusan individu wanita guna memilih apakah bakal mengenakan jilbab atau tidak, pilihan pribadi tidak diundangkan oleh pemerintah. Banyak perempuan independen berpendidikan yang Muslim taat memilih untuk menggunakan jilbab, akankah menghilangkan otonomi dan penentuan nasib sendiri semua wanita ini benar-benar menolong membebaskan mereka yang dipaksa mengenakan jilbab di bawah tekanan?
Banyak yang percaya bahwa masalah yang lebih luas ialah paksaan dan kekerasan dalam lokasi tinggal tangga, yang tidak dibicarakan oleh undang-undang yang dirancang guna secara asimilasi dengan populasi Muslim di Eropa. Masalah-masalah ini dapat ditanggulangi dengan lebih baik dengan menangani masalah-masalah melewati para pemimpin agama dan masyarakat Islam daripada memungut pendekatan garis keras yang bisa mengasingkan tidak sedikit komunitas Muslim dan tidak membuat perubahan yang konstruktif. Di Afghanistan, Proyek Kesetaraan Gender yang dipromosikan oleh PBB telah menolong meningkatkan kesadaran mengenai isu-isu wanita dengan bekerja dengan semua mullah untuk menciptakan orang-orang di komunitas mereka sadar bakal hak-hak dan hak-hak mereka cocok dengan hukum Islam. Menerapkan evolusi dengan kepekaan terhadap kebiasaan dan adat istiadat warga Islam lebih barangkali mempunyai efek yang bertahan lama daripada mendirikan undang-undang yang memberi batas hak-hak sipil mereka. Para penyokong larangan mengutip dalil keamanan sebagai hal tambahan dalam tidak mengizinkan jilbab tetapi penyokong hak asasi insan internasional menekankan bahwa pemeriksaan ketenteraman dapat dilaksanakan secara individu tanpa mengorbankan keselamatan masyarakat umum. Usulan undang-undang Prancis yang bisa diterapkan dengan tujuan meminimalisir kekerasan dalam lokasi tinggal tangga dan penindasan sebenarnya dapat mempunyai efek sebaliknya, membuat sejumlah wanita secara efektif menjadi tahanan di lokasi tinggal mereka sendiri.
Pemerintah Eropa mesti menganalisis lebih lanjut akibat pembatasan agama terhadap komunitas ini dan merumuskan penyelesaian yang akan mengawal rasa hormat terhadap kepercayaan dan keanekaragaman kebiasaan sambil meyakinkan bahwa wanita bebas untuk menciptakan pilihan yang tidak diprovokasi oleh pelecehan, pemaksaan atau kekerasan. legislatif merusak hak mereka guna menilai nasib sendiri.
Pekan kemudian Presiden Prancis Nicolas Sarkozy menyerukan debat parlemen untuk menyimpulkan apakah akan menciptakan undang-undang larangan niqab Islam, wajah yang menutupi jilbab yang diduga dikenakan oleh tidak cukup dari 2.000 anggota komunitas Islam Prancis. Dia menyinggung pakaian tersebut "tanda sikap tunduk, tanda kehinaan" dan menuliskan dia percaya bahwa tersebut mengancam martabat wanita. Jika undang-undang seperti tersebut diberlakukan, wanita yang ditetapkan bersalah sebab menentang pelarangan tersebut dapat dikenakan denda sampai 750 Euro.
Apakah mengkriminalisasi jilbab ingin membantu mempromosikan hak asasi wanita di komunitas Islam? Di negara-negara yang beberapa besar penduduknya Muslim, undang-undang yang sehubungan dengan masalah ini berbeda-beda, di Arab Saudi dan Iran perempuan secara hukum diwajibkan mengenakan burka dan menghadapi hukuman berat dari polisi agama andai mereka tidak mematuhi, di negara-negara Muslim yang lebih sekuler laksana Turki dan Tunisia. jilbab dilarang oleh hukum di gedung-gedung pemerintah, sekolah dan universitas. Di negara-negara yang lebih progresif laksana Indonesia, adalahkeputusan individu wanita guna memilih apakah bakal mengenakan jilbab atau tidak, pilihan pribadi tidak diundangkan oleh pemerintah. Banyak perempuan independen berpendidikan yang Muslim taat memilih untuk menggunakan jilbab, akankah menghilangkan otonomi dan penentuan nasib sendiri semua wanita ini benar-benar menolong membebaskan mereka yang dipaksa mengenakan jilbab di bawah tekanan?
Banyak yang percaya bahwa masalah yang lebih luas ialah paksaan dan kekerasan dalam lokasi tinggal tangga, yang tidak dibicarakan oleh undang-undang yang dirancang guna secara asimilasi dengan populasi Muslim di Eropa. Masalah-masalah ini dapat ditanggulangi dengan lebih baik dengan menangani masalah-masalah melewati para pemimpin agama dan masyarakat Islam daripada memungut pendekatan garis keras yang bisa mengasingkan tidak sedikit komunitas Muslim dan tidak membuat perubahan yang konstruktif. Di Afghanistan, Proyek Kesetaraan Gender yang dipromosikan oleh PBB telah menolong meningkatkan kesadaran mengenai isu-isu wanita dengan bekerja dengan semua mullah untuk menciptakan orang-orang di komunitas mereka sadar bakal hak-hak dan hak-hak mereka cocok dengan hukum Islam. Menerapkan evolusi dengan kepekaan terhadap kebiasaan dan adat istiadat warga Islam lebih barangkali mempunyai efek yang bertahan lama daripada mendirikan undang-undang yang memberi batas hak-hak sipil mereka. Para penyokong larangan mengutip dalil keamanan sebagai hal tambahan dalam tidak mengizinkan jilbab tetapi penyokong hak asasi insan internasional menekankan bahwa pemeriksaan ketenteraman dapat dilaksanakan secara individu tanpa mengorbankan keselamatan masyarakat umum. Usulan undang-undang Prancis yang bisa diterapkan dengan tujuan meminimalisir kekerasan dalam lokasi tinggal tangga dan penindasan sebenarnya dapat mempunyai efek sebaliknya, membuat sejumlah wanita secara efektif menjadi tahanan di lokasi tinggal mereka sendiri.
Pemerintah Eropa mesti menganalisis lebih lanjut akibat pembatasan agama terhadap komunitas ini dan merumuskan penyelesaian yang akan mengawal rasa hormat terhadap kepercayaan dan keanekaragaman kebiasaan sambil meyakinkan bahwa wanita bebas untuk menciptakan pilihan yang tidak diprovokasi oleh pelecehan, pemaksaan atau kekerasan. legislatif merusak hak mereka guna menilai nasib sendiri.
0 Komentar